Generasi milenial seringkali dihadapkan pada narasi yang menyebut mereka sebagai generasi yang serba instan dan kurang ulet. Namun, jika kita melihat Realita Kesejahteraan yang sesungguhnya, justru banyak data menunjukkan bahwa generasi ini menghadapi tantangan ekonomi yang lebih berat dibandingkan generasi sebelumnya, seperti Baby Boomer. Perjuangan mereka dalam mencapai stabilitas finansial dan kepemilikan aset tampaknya jauh lebih terjal, mematahkan mitos tentang kemudahan hidup di era digital.
Sebuah laporan dari lembaga riset ekonomi pada bulan April 2025 mengungkapkan perbandingan mencolok antara milenial dan Baby Boomer pada usia yang sama. Ditemukan bahwa Baby Boomer pada usia 30-an sudah banyak yang memiliki rumah dan kendaraan pribadi, sementara milenial di usia yang sama masih berjuang keras untuk membayar sewa bulanan dan menabung untuk uang muka properti. Laporan tersebut menyebutkan bahwa indeks daya beli properti milenial menurun signifikan sebesar 15% dibandingkan Baby Boomer pada era mereka. Ini adalah Realita Kesejahteraan yang patut menjadi perhatian.
Salah satu faktor utama yang membedakan adalah kondisi ekonomi global dan inflasi yang terus meningkat. Harga kebutuhan pokok, biaya pendidikan, dan terutama harga properti, telah melonjak drastis dalam dua dekade terakhir. Generasi milenial memasuki pasar kerja di tengah era gaji yang stagnan relatif terhadap biaya hidup, utang pendidikan yang menumpuk, dan persaingan kerja yang semakin ketat. Bahkan, survei oleh salah satu bank nasional pada Januari 2025 menunjukkan bahwa 60% milenial merasa sulit untuk mencapai target finansial mereka dalam lima tahun ke depan. Ini menyoroti Realita Kesejahteraan yang menekan banyak individu.
Selain itu, pandemi global pada tahun 2020-2022 juga memberikan pukulan telak. Banyak milenial yang baru memulai karir atau sedang membangun bisnis kecil, harus menghadapi PHK atau penurunan pendapatan. Akibatnya, akumulasi tabungan menjadi tertunda, dan impian untuk memiliki aset besar seperti rumah menjadi semakin jauh. Kolaborasi dan adaptasi menjadi kunci bagi mereka untuk bertahan. Contohnya, banyak milenial kini beralih ke pekerjaan gig atau mencari penghasilan tambahan melalui platform digital.
Melihat Realita Kesejahteraan ini, sangat penting bagi pemerintah dan sektor swasta untuk mengembangkan kebijakan yang lebih berpihak kepada generasi muda. Program subsidi perumahan yang tepat sasaran, skema pinjaman pendidikan yang lebih lunak, dan insentif bagi perusahaan untuk memberikan gaji yang kompetitif dapat menjadi solusi. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang perjuangan mereka, kita dapat bersama-sama menciptakan lingkungan yang lebih adil dan memungkinkan setiap generasi untuk mencapai potensi kesejahteraan terbaik mereka.